Aksi pencurian kelapa semakin meresahkan warga di sejumlah desa di Aceh. Mizwar, salah satu pemilik kebun kelapa di Desa Pante Cut, Peusangan, Bireuen, harus menelan kenyataan pahit saat mendapati kelapanya sudah raib. Ia sempat mengabaikan peringatan warga soal maraknya pencurian, tetapi kini ia sendiri menjadi korban.
"Kami kira kebun yang dekat jalan lebih aman. Ternyata tetap saja habis diambil maling," kata Mizwar.
Pelaku diduga bukan sekadar pencuri biasa, melainkan orang-orang yang kecanduan narkoba. Mereka nekat mencuri kelapa untuk dijual demi mendapatkan uang.
Biah, saudari Mizwar, lebih apes lagi. Kebunnya sudah dua kali disatroni maling. Namun, ia memilih pasrah dan tak ingin memperpanjang masalah.
"Sudah diambil, ya sudahlah. Mungkin mereka butuh uang buat beli sabu," ucapnya dengan nada getir.
Kelapa Mahal, Jadi Incaran Maling
Kenaikan harga kelapa di pasaran menjadi faktor lain yang mendorong meningkatnya kasus pencurian. Dalam seminggu terakhir, harga kelapa melonjak dari Rp5-6 ribu menjadi Rp10 ribu per butir. Bahkan, di Aceh Tengah, kelapa sempat menyentuh Rp12 ribu.
"Karena mahal dan sulit didapat, akhirnya kelapa jadi target maling," ujar Mizwar.
Di beberapa pasar di Banda Aceh, seperti di Lamdingin, Lamnyong, dan Ulee Kareng, harga kelapa bervariasi antara Rp8 ribu hingga Rp10 ribu, tergantung ukurannya.
Fenomena ini membuat banyak warga terpaksa memanen kelapanya lebih cepat, meskipun belum matang, demi menghindari pencurian. Jika situasi ini terus berlanjut, tak hanya petani yang rugi, tetapi juga pasokan kelapa di pasar bisa semakin langka.
.jpg)