Takengon – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tengah, Fitriana Mugie, memimpin rapat kerja yang membahas nasib tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Rapat yang digelar pada Kamis (30/1/2025) di ruang sidang DPRK ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk tenaga honorer dari Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, serta tenaga teknis lainnya yang bekerja di instansi pemerintahan setempat.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah Aceh Tengah, Erwin Pratama, serta jajaran eksekutif lainnya, seperti Asisten Daerah, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud), serta Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Aceh Tengah. Rapat ini juga diikuti oleh Wakil Ketua I DPRK, Hamdan, Wakil Ketua II, Susilawati, serta anggota Komisi A dan Komisi D DPRK Aceh Tengah.
Keluhan Tenaga Honorer
Dalam forum tersebut, para tenaga honorer menyampaikan berbagai keluhan terkait seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta kebijakan sistem kerja paruh waktu yang dirasa merugikan mereka. Salah satu tenaga honorer yang hadir mengungkapkan rasa kecewa atas ketidakadilan dalam seleksi PPPK.
“Kami sudah bekerja sebagai honorer selama sepuluh hingga belasan tahun, tetapi ada rekan-rekan yang baru satu tahun bekerja sudah diangkat menjadi PPPK. Ini tentu membuat kami merasa tidak dihargai,” keluhnya.
Selain itu, mereka juga meminta agar kebijakan sistem kerja paruh waktu dikaji ulang, karena dikhawatirkan akan semakin menyulitkan tenaga honorer dalam memperoleh kepastian kerja dan kesejahteraan di masa mendatang.
DPRK Aceh Tengah Berjanji Mengawal Aspirasi Honorer
Menanggapi aspirasi tersebut, Ketua DPRK Aceh Tengah, Fitriana Mugie, menegaskan bahwa pihaknya memahami keresahan yang dirasakan oleh tenaga honorer. Ia meminta pihak eksekutif untuk mempertimbangkan kembali kebijakan kerja paruh waktu serta memastikan bahwa mekanisme pengangkatan PPPK berjalan dengan adil.
“Kami berharap pihak eksekutif dapat mengkaji ulang kebijakan ini agar para tenaga honorer tidak kehilangan kesempatan. Kami memahami bahwa semua mekanisme harus berjalan sesuai regulasi dan kondisi keuangan daerah,” ujar Fitriana.
Ia juga menegaskan bahwa DPRK Aceh Tengah akan terus menjadi jembatan bagi aspirasi tenaga honorer dan berupaya mendorong kebijakan yang lebih berpihak kepada mereka. Namun, ia juga mengingatkan bahwa segala keputusan harus tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku dan mempertimbangkan kemampuan anggaran daerah.
“Kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada tenaga honorer yang telah lama mengabdi seharusnya menjadi pertimbangan utama. Kita harus mencari solusi nyata yang berkeadilan,” imbuhnya.
DPRK Berkomitmen Mencari Solusi
Lebih lanjut, Fitriana menegaskan bahwa DPRK Aceh Tengah tidak ingin hanya sekadar mendengar keluhan, tetapi juga ingin menjadi bagian dari solusi. Ia memastikan bahwa koordinasi dengan pihak terkait akan terus dilakukan guna menemukan langkah terbaik bagi tenaga honorer.
“Kami tidak ingin hanya memberikan harapan kosong, tetapi juga berusaha agar harapan tersebut bisa diwujudkan. Kami sadar bahwa di tangan bapak dan ibu sekalianlah masa depan pendidikan dan pelayanan masyarakat Aceh Tengah bergantung,” tegasnya.
Sebagai penutup, Fitriana menyampaikan apresiasi kepada tenaga honorer yang telah mengabdi dengan penuh dedikasi. Ia berjanji bahwa DPRK Aceh Tengah akan terus memperjuangkan kepentingan mereka agar mendapatkan kejelasan status serta kesejahteraan yang lebih baik.
“Terima kasih atas kesabaran dan pengabdian bapak dan ibu sekalian. Kami mendengar, kami memahami, dan kami akan berusaha mencari solusi terbaik untuk kalian semua,” pungkasnya.
