Gen Z Hadapi Krisis Paruh Baya Dini, Belanja Berlebihan Jadi Pelarian


Di usia yang masih muda, Gen Z sudah mengalami gejala “krisis paruh baya.” Survei terbaru dari Arta Finance menunjukkan bahwa 38% dari mereka merasa tertekan oleh kondisi keuangan, kesehatan mental, dan ketidakpastian karir.

Dulu, krisis paruh baya sering dikaitkan dengan orang-orang berusia 40-an yang merenungkan hidup mereka. Namun, bagi Gen Z, tekanan ekonomi, ketidakstabilan pekerjaan, dan meningkatnya masalah kesehatan mental telah membuat banyak dari mereka merasa terjebak dalam keadaan sulit sejak dini.

Salah satu penyebab utamanya adalah tekanan finansial. Sebanyak 30% Gen Z menyebut keuangan sebagai sumber utama stres, sedikit lebih tinggi dibanding 28% milenial. Biaya hidup yang terus meningkat, gaji yang stagnan, serta kesulitan membeli rumah atau membangun keluarga menjadi tantangan besar.

Di tempat kerja, Gen Z juga menghadapi tekanan psikologis yang lebih berat dibanding generasi sebelumnya. Mereka kehilangan setara satu hari kerja setiap minggu akibat masalah kesehatan mental dan memiliki risiko depresi 224% lebih tinggi dibanding rekan kerja mereka yang lebih tua.

Sebagai cara untuk mengatasi stres, banyak dari mereka melakukan "pembelanjaan malapetaka"—belanja berlebihan sebagai pelarian dari kenyataan hidup. Sayangnya, kebiasaan ini justru memperburuk situasi keuangan mereka dan menciptakan lingkaran setan yang semakin sulit diputus.

Para ahli menekankan bahwa ini bukan hanya soal pola pikir, melainkan dampak dari kondisi ekonomi yang tak menentu. "Mereka bukan generasi yang malas, mereka hanya menghadapi tantangan finansial dan sosial yang lebih besar dibanding generasi sebelumnya," ujar seorang peneliti.

Dengan semakin kompleksnya tantangan hidup yang dihadapi Gen Z, penting bagi mereka untuk menemukan strategi pengelolaan keuangan dan kesehatan mental yang lebih baik agar bisa keluar dari tekanan ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama