Pemko Banda Aceh Hadapi Krisis Keuangan, Defisit Capai Rp39,8 Miliar


Pemerintah Kota Banda Aceh kembali dihantui masalah keuangan setelah mencatat defisit anggaran hingga Rp39,8 miliar. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota (BPKK) Banda Aceh, Alriandi Adiwinata, mengungkapkan bahwa utang tersebut berasal dari Surat Perintah Membayar (SPM) yang belum bisa direalisasikan hingga akhir 2024.

"Ini adalah utang kepada pihak ketiga serta Alokasi Dana Gampong (ADG). Jumlah pastinya masih dalam tahap reviu oleh Inspektorat Banda Aceh," ujarnya, Selasa (11/2/2025).

Alriandi menjelaskan bahwa defisit ini disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) meleset sekitar 10 persen, mengakibatkan kekurangan Rp16 miliar. Kedua, pendapatan transfer dari pusat juga lebih rendah dari yang diperkirakan, yaitu minus 2,64 persen atau sekitar Rp27 miliar.

Faktor ketiga yang memperparah situasi adalah kekurangan alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) untuk gaji PPPK. Dari kebutuhan Rp69 miliar, pemerintah pusat hanya memberikan Rp49 miliar, sehingga Pemko harus menutup selisih Rp20 miliar.

Namun, tantangan tak berhenti di situ. Pada 2025, Pemko Banda Aceh diperkirakan mengalami kekurangan anggaran sebesar Rp86 miliar untuk membayar gaji dan tunjangan PNS serta PPPK.

"Khusus PPPK formasi 2019-2023, kebutuhan gaji per bulan mencapai Rp25 miliar. Sementara untuk formasi 2024, kita memerlukan tambahan Rp61 miliar," jelas Alriandi.

Sementara itu, RSUD Meuraxa juga mengalami kesulitan finansial dengan utang yang mencapai Rp49 miliar. Angka tersebut terdiri dari insentif jasa layanan Rp19 miliar, belanja obat dan bahan medis Rp22 miliar, serta belanja operasional Rp8 miliar.

Menanggapi kondisi ini, Pj Sekdako Banda Aceh, Bachtiar, menyatakan bahwa Pemko akan segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menyelesaikan utang tersebut dan menghindari dampak yang lebih buruk pada layanan publik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama