Aceh – Sebuah langkah tegas diambil oleh Karantina Pertanian Aceh bersama Kantor Wilayah Bea Cukai Aceh dalam upaya mencegah penyebaran penyakit hewan menular. Sebanyak 85 ekor ayam yang teridentifikasi mengandung virus Avian Influenza (AI) dimusnahkan setelah sebelumnya disita oleh petugas Bea Cukai saat melakukan patroli di perairan Aceh Tamiang pada pekan lalu.
Kepala Karantina Aceh, Ibrahim, menegaskan bahwa kerja sama antara Karantina Pertanian dan Bea Cukai dalam pengawasan lalu lintas komoditas hewan serta tumbuhan sangat penting untuk melindungi masyarakat dari risiko penyakit berbahaya.
“Kami memiliki sinergi yang baik dengan Bea Cukai dalam mengawasi lalu lintas komoditas pertanian. Langkah ini sangat membantu kami dalam menjaga keamanan hayati di Aceh,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (11/2).
Uji Laboratorium Ungkap Virus Berbahaya
Setelah disita, ayam-ayam tersebut diserahkan oleh pihak Bea Cukai kepada Karantina Pertanian Aceh untuk menjalani uji laboratorium. Hasil pengujian mengonfirmasi bahwa unggas-unggas tersebut positif mengandung virus Avian Influenza, sebuah virus yang dapat mengancam kesehatan manusia dan hewan lainnya. Karena alasan inilah, pemusnahan terhadap ayam-ayam tersebut menjadi langkah yang wajib dilakukan.
Proses Pemusnahan dan Dampak Hukum
Sebanyak 85 ekor ayam yang terkontaminasi virus dimusnahkan dengan menggunakan incinerator di Instalasi Karantina Pertanian Banda Aceh. Proses ini turut disaksikan oleh berbagai pihak berwenang, termasuk perwakilan dari Kanwil Bea Cukai Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Kajati Aceh, Kajari Aceh Tamiang, serta Ketua Pengadilan Negeri Aceh Tamiang. Tidak hanya itu, akademisi dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (USK) juga ikut terlibat dalam pemantauan pemusnahan tersebut.
Ibrahim juga menambahkan bahwa ayam-ayam ini tidak hanya terkontaminasi virus berbahaya, tetapi juga tidak dilengkapi dengan dokumen resmi karantina. Selain itu, unggas tersebut masuk ke wilayah Aceh melalui jalur yang tidak resmi, melanggar ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
“Pemasukan ilegal komoditas pertanian seperti ini dapat dikenakan sanksi berat, sesuai dengan Pasal 86 dalam undang-undang tersebut. Pelanggar bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 10 tahun serta denda sebesar Rp10 miliar,” tegasnya.
Pentingnya Pengawasan Ketat
Langkah tegas yang dilakukan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mencegah penyebaran penyakit hewan yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat dan industri peternakan di Aceh. Dengan adanya pemantauan yang lebih ketat serta kerja sama antarinstansi yang solid, diharapkan potensi penyebaran penyakit menular dari hewan ke manusia bisa diminimalisir.
Masyarakat juga diimbau untuk lebih waspada dan melaporkan jika menemukan adanya praktik penyelundupan atau perdagangan unggas ilegal tanpa dokumen resmi. Ketegasan dalam menegakkan aturan ini diharapkan bisa menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang masih mencoba memasukkan hewan tanpa prosedur yang sah.
Dengan tindakan ini, Karantina Pertanian Aceh dan Bea Cukai Aceh menunjukkan komitmennya dalam melindungi sektor pertanian serta kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit yang dapat berdampak luas.